Gw juga baru ‘ngeuh’ soal itu waktu gw nonton Oprah Show. Entahlah episode berapa, tapi yang jelas waktu itu Oprah mengundang pengarang buku best-seller “Eat, Pray, Love”, Elizabeth Gilbert.
(kurang lebih beginilah percakapan antara Oprah dan Elizabeth)
Saat itu Oprah bertanya, “Apa kau menganggap bahwa suamimu adalah belahan jiwamu?”
Kontan ia menjawab, “Sayangnya bukan.”
Terdengar suara “hm...” panjang dari penonton. Ia melanjutkan kalimatnya.
“Percaya padaku Oprah, belahan jiwa tak selamanya memberikan esensi romantis ketika sang belahan jiwa datang ke dalam kehidupan kita. Dalam kehidupanku, sang belahan jiwa datang justru memporakporandakan hidupku. Ia menghapus kehidupan lamaku yang depresi berat akibat bercerai dari suami pertamaku, lalu ia mengajarkan cara bermeditasi ketika aku di India. Dan... di sinilah aku sekarang!”
“Jadi belahan jiwamu adalah sahabatmu, bukan suamimu?” Oprah tersenyum—tanda ia menemukan suatu hal baru, begitu juga para penonton.
“Ya, tentu saja. Suamiku—yang aku nikahi di Bali—
adalah partner hidupku yang terbaik. Tapi untuk belahan jiwa, sahabatkulah yang terbaik. Aku dulu juga sempat bingung. Aku baru saja bertemu dengan sahabatku ini—dan suasana sedihku tentu saja masih kacau balau. Dan ia membuat hidupku tambah kacau balau dengan memaksaku keluar dari kesedihan dan juga mengubah cara pandang hidupku. Awalnya sangat tidak nyaman, tapi sekarang... Oh My... aku bersyukur telah bertemu dia di India... Dialah soulmate-ku...”
You know what?
Akhinya gw bisa menerjemahkan perasaan sesungguhnya sama “dia” setelah nonton Oprah Show... Ternyata gw emang sama sekali gak FALL IN LOVE sama “dia”... Tapi yang jelas, peran “dia” sama persis dengan sahabat Elizabeth Gilbert “Eat, Pray, Love” itu...
Mengobrak-abrik hidup gw...
mengubah cara pandang gw soal hidup...
and.. voila! Semenjak ketemu sama “dia”...
gw jadi manusia yang baru...
manusia yang lebih dekat dengan Sang Maha Kuasa...
